Kamis, 18 Maret 2010

Sikap masyarakat terhadap penderita Retardasi Mental

Seseorang yang memiliki defisensi mental (mental retardasi) pada zaman dahulu tidak diperhatikan hak-hak azasinya dan dibiarkan terlantar tanpa ada pengasuhan untuknya. Tentu saja keadaan yang sedemikian ini juga disertai dengan sumpah serapah, bukannya dengan kasih sayang, karena kondisi lahirnya seorang anak yang tidak pernah diharpkan seperti itu.

Malah pada bangsa Spartan dahulu kala, penderita mental retardasi dibuang ketempat yang jauh dari jamahan manusia, dan mereka ditinggalkan begitu rupa. Barulah kemudian disadari, bahwa keadaan tersebut bukanlah yang seperti itu, Artinya mereka itu bukanlah lahir sebagai kutukan.


Dan lucunya, pada abad pertengahan, kurang lebih sekitar abad kesepuluh dan kedua belas penderita mental retardasi disamakan dengan penderita sakit jiwa, dan karena itu, sikap yang diberikan adalah pengasingan dan pengusiran.


Di Perancis, pada abad ke 15 dan ke 16, mulai ada perhatian terhadap penderita mental retardasi, mereka mulai mendapatkan perawatan secara khusus. Mulai dikenal adanya perhatian serta perwatan yang diberikan kepada penderita mental retardasi, dimulai pendekatan ilmiah, setelah sebuah diskusi panjang berdasarkan tulisan dari MarieGaspard, yang berjudul Savage ofAveryon, yaitu ceritera tentang seorang anak laki-laki yang berusia 12 tahun,karena ditinggalkan oleh orang tuanya dihutan, sebagai anak yang mengalami mental retardasi, ditinggalkan oleh orang tuanya. Anak tersebut karena ditinggal dihutan, menyebabkan dia tidak berpendidikan, dan menjadi seorang mental retardasidalam taraf idiot. Anak tersebut kemudian setelah diketemukan hidup dalam hutan, akhirnya dicoba untuk dikembangkan, yaitu dengan melakukan pelatihan, namun anak tersebut tetap berada dalam keadaan idiot. hal ini lebih bersebab karena lamanya dia dalam pengasuhan binatang dan bukan oleh manusia selama didalam hutan.


Murid dari gaspard, yaitu Eduard Seguin, mencurahkan hidupnya dalam mengasuh anak-anak yang menderita mental retardasi, yaitu dengan melatih dan mendidik mereka yaitu dalam pelatihan motor-sensoris.


Penelitian berikutnya berkembang sedemikian rupa, dan kegiatan tersebut lebih diarahkan untuk melakukan pengembangan dalam melatih anak-anak yang mengalami retardasi mental, dan kemudian dikembangkan berbagai penelitian yang bertujuan untuk mengukur tes intelegensi.

( sumber : http://www.pelita.or.id/baca.php?id=710 )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar